Umurku 17 tahun
Mengapa umur yang
ke 17 tahun itu disebut - sebut sweet seventeen???
Jujur sampai saat ini pertanyaan itu masih tersimpan
dibenak Ocha. Tanda Tanya (?) itu pun masih melingkar manis di atas kepalanya.
Kenapa hanya umur 17 tahun yang di sebut sweet seventeen? Bagaimana dengan umur
– umur yang lain? Banyak remaja yang menantikannya dan banyak pula orang tua
yang sangat mengkwatirkannya. Hingga akhirnya Ocha memberanikan diri untuk
bertanya hal itu ke kakaknya. “ sweet
seventeen itu istilah kerennya di kalangan remaja, dek. Kalau kamu dah usia 17
tahun tandanya kamu tu udah dewasa, udah bisa mandiri gitu jadi harus extra
hati-hati jaga diri”. Ujar kakaknya. “owh, gitu ya kak berarti bentar lagi adek
akan dewasa ya kak”. Kata Ocha.
Beberapa bulan lagi Ocha beranjak dewasa, sepertinya
akan ada cerita yang menarik di hidupnya tepatnya tanggal 5 juni 2009 nanti.
Hari semakin dekat tapi sayang Tuhan berkehendak lain karena ayah Ocha jatuh
sakit kata dokter pun penyakitnya sudah parah. Ocha dan Keluarga sudah Pasrah
dengan keadaan waktu itu. Bahkan hari ulang tahunnya yang sudah tiba pun sudah
tidak di gubrisnya lagi. Beberapa hari kemudian, saat Ocha tidur di kamarnya
sekitar pukul 02.15 wib dini hari ia di kejutkan oleh abang sepupunya, sepupunya
membangunkannya ia mengatakan kalau ayahnya ingin mengatakan sesuatu untuk seluruh
anggota keluarga. Ocha pun bergegas ke kamar sang ayah.
Setibanya Ocha di depan pintu kamar, ia agak
terkejut dan bingung karena ibu dan kakaknya sedang menangis histeris dan ia
pun memperhatikan keadaan ayahnya yang menghembuskan nafas terakhirnya. Badan
Ocha terasa lemas seakan tak berdaya disaat menyaksikan apa yang baru saja
dilihatnya. Ia merasa ada juga yang menarik jiwanya, isak tangis sudah tidak
terbendung lagi sampai acara pemakaman pun air matanya masih mengalir deras
dari kedua telaga bening itu.
Sejak hari itu, Ocha hanya berada didalam kamar ia
sangat terpukul sekali akan kejadian tersebut. Kata-kata yang selalu
diucapkannya hanya kata “Ocha nyesel” dan kata “maafin ocha”. Untung Ocha
mempunyai sahabat yang baik hati Okta namanya, bersama Okta lah Ocha
menceritakan penyesalan yang ia rasakan. Ocha bercerita kalau dia selama ini
sering tidak patuh dengan perintah ayahnya sering mengecewakan, bahkan Ocha
belum sempat membanggakan sang ayah. Ia pun belum sempat meminta maaf ke ayah
nya itu. “nasi telah menjadi bubur’ penyesalanlah
yang dirasakan Ocha saat itu. Akan tetapi, Ocha telah berjanji di atas makam
ayahnya kalau Ocha akan menjaga ibunya dengan baik dan akan membahagiakan
ibunya itu.
Butuh waktu yang cukup lama untuk bangkit kembali
dari keterpurukannya, sejak peristiwa itu Ocha sangat membenci angka 17 apapun
itu. Baginya angka 17 itu musibah, bencana, dan ia harus cepat-cepat menjauh
dari angka tersebut.” Sweet seventeen itu
tidak ada yang ada ugly seventeen karena penuh duka”.ujarnya.
Akan tetapi, dari kejadian yang ocha alami itu. Ocha
dapat mengambil hikmahnya bahwa dia harus berbakti kepada orang tuanya, patuh,
semangat, lebih dewasa, mandiri, dan harus menjadi anak yang dapat membanggakan
kedua orang tuanya baik itu yang masih ada maupun yang sudah tiada.
Alhamdulillah, sekarang Ocha sudah berhasil masuk
kuliah di perguruan tinggi negri. Dengan jerih payahnya yang ia kumpulkan
selama 1 tahun bekerja ia dapat membayar uang masuk kuliahnya sendiri.